Biografi
Singkat Filosof Muhammad Iqbal
A.
Biografia
Muhammad
Iqbal merupakan seorang penya’ir, filsuf, ahli hukum, pemikir politik, dan
reformasi politik. Beliau lahir di Sialkot pada 22 Februari 1873, lahir dari
keluarga yang nenek moyangnya berasal dari lembah Kashmir. Beliau memulai
pendidikanya pada ayahnya yang bernama Nur Muhammad, seseorang yang dikenal
sebagai ulama’.
Kemudian
setelah menamatkan pendidian sekolah dasar di kampong kelahirannya pada tahun
1895 segera melanjutkan pelajarannya ke Lahore. Di kota ini ia telah mendapat
binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja oleh Maulana Mir
Hasan, seorang ulama’ kawakan yang merupakan teman ayahnya.
Dan
ulama’ ini memberikan dorongan dan semangat yang mewarnai dan mendasari jiwa
Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwa, menggelora dalam
hati, serta menentukan gerak, langkah, tujuan dan arah. Sehingga keberhasilan
ulama tersebut dalam membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Muhammad
Iqbal.[1]
Selain
itu, di kota ini Muhammad Iqbal juga bergabung dengan perhimpunan sastrawan
yang sering diundang Musya’arah.
Dalam perkumpulan ini, dimana sasatra Urdu berkembang pesat dan bahasa Persi
semakin terdesak, pada usia mudanya Iqbal membacakan sajak-sajaknya.
Berikutnya, Muhammad Iqbal juga memberanikan diri untuk memberanikan sajaknya
tentang Himalaya dihadapan para anggota terkemuka organisasi sastra di Lahore.
Sehingga
dengan adanya hal ini namanya semakin mencuat, dan menjadi semakin populer
diseluruh tanah air setelah sajaknya dimuat dalam majalah Maehan, suatu majalah
bahasa Urdu. Melaui majalah itu pula masyarakat luas semakin mengenal sehingga
mendorong majalah dan harian lainnya berebut meminta izin untuk menyiaran
sajak-sajaknya.
Selain
sebagai penya’ir, Muhammad Iqbal merupakan ahli politik terkemuka, yang mana
sumbagan dan perjuangannya merupakan modal pokok terbentuknya Negara Republik
Islam Pakistan di Barat Laut India.
Disamping
ahli politik, beliau juga ahli pendidikan dan pengacara yang dijabatnya sejak
1908 sampai1937. Tujuan utamanya hanya sekedar untuk menartik hidup. Beliau
jujur dan ramah, sehingga tidak pernah menerima suatu perkara kalau sudah
diyakini bahwa perkara itu tidak dapat dibela olehnya
Begitulah
Muhammad Iqbal, masih banyak bidang-bidang lain yang dikuasainya. Dan pengaruh
yang sedemikian besarnya sebagai penyair maupun filosof diabadikan sebagai nama
beberapa lembaa di Jerman, Italia, dan negara-negara lainnya.
Dan
dalam penderitaan sakit yang begitu lama, beliau juga berpesan melalui
sya’irnya:
Kukatakan padamu tanda seorang
mukmin.
Bila maut dating, akan merekah
senyum di bibir
Bahkan,
setengah jam sebelum menghembuskan nafas terakhir, beliau masih sempat
membisikkan sajaknya yang terkenal:
Modal perpisahan boleh menggema
atau tidak
Bunyi Nafiri boleh bertiup lagi
dari Hijaz atau tidak
Saat si Fakir telah sampai ke batas
akhir
Pujangga lain boleh dating atau
tidak
Dan,
kata paling terakhir sekali yang oleh beliau ucapkan adalah Allah. Saat itulah,
fajar 21 April 1938 menjelang matahari terbit menyinari kota Lahore, dunia
kehilangan seorang pujanga besar. Saat itu pula, beliau Muhammad Iqbal yang
jenazahnya dimakamkan di dekat pintu gerbang masjid Shai di Lahore, pakistan
meninggalkan banyak kesan dan pesan yang dapat dipelajari serta direnungkan
oleh generasi masa datang.[2]
B.
Pemikiran
Sebagai
seorang yang berjiwa idealis serta
berhati patriotic, Muhammad Iqbal senantiasa menyalakan semangat idealism
kedalam kalbu pemuda muslim.
Diantara
pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal yang menarik adalah tentang pentingnya arti
dinamika dalam hidup. Tujuan akhir setiap manusia adalah hidup, keagungan,
kekuatan, dan kegairahan. Sehingga semua kemampuan manusia harus berada dibawah
tujuan ini, dan nilai segala sesuatu harus ditentukan sesuai dengan kecakapan
yang dihasilkan.
Menurut
beliau, mutu seni yang tinggi ialah mutu yang dapat menggunakan kemajuan yang
sedang tidur mendorong manusia untuk menghadapi segala macam cobaan. Selain
itu, suatu kelesuan yang membuat seseorang menutup mata terhadap kenyataan
disekeliling, maka itu merupaka sesuatu yang akan menjerumuskan seseorang
kedalam kehancuran dan maut.
Selanjutnya,
beliau juga sangat menentang keras sikap lamban, lemah, dan beku. Karena itu
semua dipandang sebagai penghambat laju kemajuan. Bahkan, beliau juga menentang
pengertian takdir yang telah menjadi salah kaprah, seakan-akan sebagai bahan
yang sudah terjadi. Dan untuk menjadi maju, manusia harus berjuang dengan
gigih, berikhtiar memerangi alam sekitar serta keadaan.[3]
C.
Karya
Sepanjang hidupnya,
diperkirakan Muhammad Iqbal meninggalkan tidak kurang dari 21 karya
monumental. Diantaranya yaitu:
1.
Ilm al Iqtisad, (1903)
2.
Development of Metaphysis in
Persia: A Constribution to the History of Muslim Philosophy (1908).
3.
Islam as a Moral and Political Ideal, (1909)
4.
Asrar-I Khudi (Rahasia Pribadi)
5.
Rumuz-I Bekhudi (RahasiaPeniadaan Diri)
D.
Filsafat
1.
Ego
atau Khudi
Konsep
tentang hakikat ego atau individualitas merupakan konsep dasar dari filsafat
Muhammad Iqbal, dan menjadi alas penopang keseluruhan struktur pemikiran
beliau.
Ego
juga sebagai pusat landasan dari semua kehidupan, dan merupakan suatu arah
iradah atau kehendak kreatif yang terarah secara rasional.
Tujuan
ego bukan membebaskan diri dari batas-batas individualitas, melainkan
memberikan batasan tentang dirinya dengan lebih tegas. Tujuan ego bukan pula
melihat sesuatu, melainkan menjadi sesuatu. Karena dengan ‘ego sesuatu’ itulah seseorang dapat menemukan kesempatan untuk
mempertajam pandangannya dan memperoleh bukti realitas dirinya.[5]
Pencarian
ego adalah pencarian untuk mendapatkan definisi yang lebih tepat mengenai diri
seseorang.
2.
Ketuhanan
Pemahaman Muhammad Iqbal tentang
ketuhanan mengalami tiga tahap perkembangan. Ketiga tahap itu adalah:
TahapPertama: tahun 1901-1908, pada tahap ini Muhammad Iqbal
cenderung sebagai mistikus panteistik. Hal ini terlihat pada kekagumannya pada
konsepsi mistik yang berkembang di wilayah Persia melalui tokoh falsafi seperti
Ibn Arabi. Dan pada tahap ini Muhammad Iqbal meyakini Tuhan sebagai Keindahan
Abadi, keberadaan-Nya tanpa tergantung pada sesuatu dan mendahului segala
sesuatu, bahkan menampakkan diri dalam kesemuanya itu.
Tahap
Kedua: tahun 1908-1920, pada
tahap ini Muhammad Iqbal mulai menyangsikan tentang sifat kekal dari keindahan
dan efisiensinya. Pada tahap ini Muhammad Iqbal mulai tumbuh dalam keyakinannya
akan keabadian cinta, hasrat, dan upaya atau gerak. Usaha untuk mendekatkan
diri pada tuhan hanya dimunginkan lewat pribadi, manusia juga dituntut untuk
menyerap tuhan kedalam dirinya, menyerap sebanyak mungkin sifat-sifat-Nya, dan
kemungkinan ini tidak terbatas. Karena dengan menyerap sifat Tuhan kedalam
diri, seseorang bisa naik tingkatannya.
Tahap
Ketiga: tahun 1928 sampai
1938, jika tahap kedua merupakan pertumbuhan, maka dalam tahap ini Muhammad
Iqbal telah menemukan tentang konsepsi ketuhanan. Karena menurut Muhammad Iqbal
Tuhan adalah “Hakikat sebagai suatu keseluruhan” yang bersifat spiritual.
Tegasnya, Tuhan adalah Ego Mutlak, meliputi segalanya, tidak ada sesuatu pun
diluar-Nya. Dan Tuhan merupakann sumber segala kehidupan, sumber darimana
ego-ego bermula yang menunjang adanya kehidupan.[6]
3.
Materi
dan kausalitas
Dunia
luar itu ada dan nyata, pandangan seseorang memperlihatkan realitas yang tidak
dapat disangkal. Sedangkan Muhammad Iqbal beranggapan bahwa fakta dan usaha
merupakan suatu fakta yang tak terbantahkan dalam kesadaran seseorang. Dalam
seluruh tindakan dan usaha, seseorang merasa terasa terbatasi dengan sesuatu
yang dihadapi.
Mengenai
materi, para ahli Fisika berpendapat bahwa materi adalah bahan kecil, keras dan
padat yang berada dalam kehampaan, yang disebut ruang. Dan substansi tersebut
adalah atom. Namun pandangan Muhammad Iqbal mengenai hal ini tidak dapat
dipertahankan, karena ruang secara pasti akan menyusut.
Ketidaknyataan
ruang menyatakan secara tidak langsung ketidaknyataan substansi tertentu
didalamnya. Selanjutnya materi juga dianggap oleh Muhammad Iqbal bukanlah benda
yang kokoh yang terdapat dalam ruang. Materi hanya ‘rangkaian’ kejadian yang
saling berhubungan.[7]
4.
Moral
5.
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking