Pages

11 April 2015

Definisi Ijarah atau Sewa-menyewa

Ijarah atau Sewa-menyewa
  1. Pengertian ijarah
Secara etimologis, ijarah adalah upah sewa yang diberikan kepada seseorang yang telah mengerjakan satu pekerjaan sebagai balasan atas pekerjaannya. Sedangkan secara terminologis, pengarang Mughni Al-Muhtaj mendefinisikan ijarah sebagai transaksi atas manfaat dari sesuatu yang telah diketahui, yang mungkin diserahkan dan dibolehkan, dengan imbalan yang juga telah diketahui. Sementara menurut Al-Qaduri mendefinisikannya sebagai transaksi atas berbagai manfaat (sesuatu) dengan memberikan imbalan.
Menurut Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri.

  1. Macam-macam Ijarah/Sewa-menyewa
Ijarah terdiri dari dua macam, yaitu ijarah ‘ain (sewa langsung) dan ijarah dzimmah (sewa tidak langsung).
  1. Ijarah ‘ain adalah sewa atas manfaat dari sesuatu yang sudah tentu (secara langsung manfaatnya didapat dari barang yang disewa) misalnya, seseorang berkata “aku sewakan rumah ini atau mobil ini,” saat menyewa mobil tertentu yang sudah diketahui oleh dua orang yang bertransaksi.
  2. Ijarah dzimmah adalah sewa atas manfaat dari sesuatu yag dikuasai (dioperasikan atau diatur) seseorang (bukan dari barangnya secara langsung). Misalnya, menyewa seseorang untuk mengantar kesuatu tempat menggunakan mobl yang tengah dioperasikannya atau menyewakan mobil yang dioperasikannya untuk jangka waktu tertentu. Singkatnya menyewa sopir pribadi.

  1. Berakhirnya Akad Ijarah
Transaksi ijarah berakhir dan hukum-hukumnya tidak berlaku lagi karena hal-hal berikut:
  1. Al Faskh (Pembatalan)
Ijarah adalah jenis akad yang mengikat dua belah pihak. Artinya, setelah akad ini sah, orang yang menyewakan atau yang menyewa tidak boleh membatalkan akad semaunya sendiri. Akad ini juga tidak boleh dbatalkan, kecuali karena ada uzur (alasan logis dan syar’i). Jika akad batal, proses ijarah-nya pun berhenti. Diantara uzur-uzur yang dapat dibatalkan akad ijarah adalah sebagai berikut:
  1. Rusaknya barang yang disewakan dalam jenis ijarah ‘ain (sewa langsung). Bila seseorang menyewa rumah atau mobil yang sudah ditentukan, kemudian rumah itu rusak atau mobil itu mogok sebelum digunakan, akad ijarah batal karena hilangnya objek yang diakadkan.
Jika jenis ijarahnya adalah ijarah dzimmah (sewa tidak langsung), seperti seorang menumpang mobil untuk mengantarkannya ke suatu tempat, kemudian mobil mogok atau rusak ditengah jalan, transaksi sewanya tidak batal. Pemilik mobil harus mencari mobil penggantinya, baik sebelum penyewa mendapatkan manfaat maupun baru mendapatkan sebagiannya, karena objek yang ditransaksikan tidak hilang karena rusaknya mobil. Singkatnya adalah penumpang yang menyewa kendaraan melalui jasa biro, sopirnya juga dari biro jasa. Jika ada apa-apa, yang tanggungjawab biro atau pemilik kendaraan.
  1. Jika waktu sudah habis, dan orang yang menyewakan belum menyerahkan barang sewaannya, ijarahnya batal. Demikian pula jika ijarahnya adalah ijarah dzimmah dan orang yang disewa tidak dapat menghadirkan manfaat sesuai ketentuan waktu yang disepakati, transaksi itu batal.

  1. Bentuk Pelanggaran Transaksi Ijarah
Perselisihan antara mu’jir (penyewa) dan musta’jir (orang yang menyewakan) antara lain:
  1. Klaim kerusakan. Barang sewaan rusak selama digunakan penyewa. Penyewa mengklaim bahwa barang tersebut rusak bukan karenanya, melainkan rusak dengan sendirinya oleh sebab-sebab yang berada di luar kuasanya atau kerusakan terjadi karena sebab-sebab yang biasa terjadi. Sementara itu orang yang menyewakan mengklaim bahwa barang tersebut rusak karena pemakaian yang berlebihan oleh penyewa atau kurang perawatan dan tidak dijaga dengan baik. Dalam kasus ini, yang dijadikan pegangan adalah klaim penyewa, lalu dikuatkan dengan sumpahnya karena orang yang menyewakan mengklaim telah terjadi perlakuan yang melampaui batas, sedangkan penyewa menyangkalnya.
  2. Klaim pengembalian barang. Penyewa mengklaim sudah mengembalikan barang yang disewanya. Namun, orang yang menyewakan mengingkarinya. Dalam kasus ini, klaim yang diambil adalah klaim orang yang menyewakan karena barang yang disewakan sedang berada di tangan penyewa untuk dimanfaatkan. Status asalnya belum dikembalikan. Saat penyewa mengklaim sudah mengembalikan, sedangkan orang yang menyewakan menyangkalnya, maka yang dipegang adalah pengakuan pihak yang menyangkal. Dalam hal ini adalah orang yang menyewakan yang dikuatkan dengan sumpahnya karena yang diklaim adalah status asalnya.1

1 Musthafa Dib Al-Bugha, Op Cit,. hlm. 177-178.

0 opmerkings:

Plaas 'n opmerking