Konsep
meminang dalam Islam
- Khitbah atau Pinangan
Meminang
artinya menyatakan permintaan untuk menikah dari seorang laki-laki
kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perantaraan seseorang
yang dipercayai. Menurut Rahmat Hakim, meminang atau khitbah
mengandung arti permintaan, yang menurut adat adalah bentuk
pernyataan dari suatu pihak kepada pihak lain dengan maksud untuk
mengadakan ikatan pernikahan. Khitbah ini pada umumnya dilakukan oleh
pihak laki-laki terhadap perempuan. Namun, ada pula yang dilakukan
oleh pihak perempuan.
Dalam
kompilasi hukum islam (KHI) dijelaskan dalam Bab III passal 12 ayat
(2), (3), dan (4) yang selengkapnya dalam ayat 2 sebagai berikut:
“wanita yang ditalak suami, seorang wanita dalam iddah raj’i
haram dan dilarang untuk dipinang. Dalam ayat 3, dinyatakan bahwa
dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang orang
lain, selama pinangan tersebut belum putus atau belum ada penolakan
dari pihak wanita. Dalam ayat 4 putusnya pinangan pria, karena adanya
pernyataan tentang putusnya pinangan atau secara diam-dam pria yang
telah meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.1
- Orang-orang yang boleh dipinang
Pada dasarnya
peminangan itu adalah proses awal dari suatu perkawinan. Dengan
begitu perempuan-perempuan yang secara hukum syara’ boleh dikawini
oleh seseorang laki-laki boleh dipinang. Tidak boleh meminang
seseorang perempuan yang masih punya suami, meskipun dengan syarat
akan dinikahinya pada waktu dia telah boleh dikawini.
Perempuan-perempuan
yang telah dicerai suaminya dan sedang menjalni iddah raj’i, sama
keadaannya dengan perempuan yang sedang punya suami dalam hal ketidak
bolehannya untuk dipinang baik dengan bahasa terus terang atau bahasa
sindiran.
Perempuan yang
sedang menjalani iddah karena kematian suaminya, tidak boleh dipinang
dengan menggunakan bahasa terus terang, namun boleh dipinang dengan
bahasa sindiran. Hal ini dijelaskan dalam Q.S.Al Baqarah ayat 235,
yang artinya “Dan tidak ada dosa bagimu meminang
perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu”.
Perempuan yang
sedang menjalani iddah dari talak bain dalam bentuk fassah atau talak
tiga tidak boleh dipinang secara terus terang, namun dapat dilakukan
dengan cara sindiran. Disamping perempuan yang bersuami atau yang
telah putus perkawinannya sebagaimana yang disebutkan diatas, juga
tidak boleh meminang perempuan yang sudah dipinang oleh orang lain.
- Melihat perempuan yang dipinang
Waktu berlangsungnya
peminangan laki-laki yang melakukan peminangan diperbolehkan melihat
perempuan yang dipinangnya, meskipun menurut asalnya seseorang
lak-laki haram melihat kepada perempuan. Kebolehan melihat ini
didasarkan pada hadis Nabi dari Jabir menurut riwayat Ahmad dan Abu
Dawud dengan sanad yang dipercaya yang bunyinya:
اذا
خطب احد كم المراة فان استطاع ان ينظر
منها ما يدعو الى نكاحها فيفعل
Artinya:
“bila seseorang
diantara kamu meminang perempuan dan ia mampu melihatnya yang akan
mendorong untuk menikahinya, maka lakukanlah.”
- Batas yang boleh dilihat
Meskipun hadis nabi
menetapkan boleh melihat perempuan yang dpinang, namun ada
batasan-batasan yang boleh dilihat. Dalam hal ini terdapat beda
pendapat di kalangan ulama. Jumhur Ulama menetapkan bahwa yang boleh
dilihat hanyalah muka dan telapak tangan, hal ini dasarkan pada hadis
nama dari Khalid Ibnu Duraik dari Aisyah menurut riwayat Abu Dawud;
ان
ا سما ء بنت ابي بكر د خل عل ا لنبي صل ا
لله عليه و سلم و عليها ثيا ب ر قا ق فا عر
ض عنها و قا ل ا ن ا لمرا ة ا ذ ا بلغت المحيض
لم يصلح لها ان يري منها الا هذاوهذاو
اشارالي و جهه و كفيه
Artinya:
“Asma binti Abu
Bakar masuk ke rumah Nabi sedangkan ia memakai pakaian yang sempit,
Nabi berpaling daripadanya dan berkata: “Hai Asma’, bila seorang
perempuan telah haid, maka tidak boleh terlihat kecuali ini dan ini.
Nabi mengisyaratkan kepada muka dan telapak tanganya.”
Ulama lain seperti
Al-Auza’iy bependapat boleh melihat bagian-bagian yang berdaging.
Daud Zhahiri berpendapat bahwa boleh melihat semua badan. adapun
waktu melihat perempuan itu adalah saat menjelang menyampaikan
pinangan, bukan setelahnya, karena bila ia tidak suka setalh melihat
ia akan dapat meninggalkannya tanpa menyakitinya.2
- Hukum Peminangan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
- Pasal 11
Peminangan dapat
langsung dilakukan oleh orang yang beekehendak mencari pasagan jodoh,
tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.
- Pasal 12
1).
Pemingan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan,
atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
2).
Wanita yang di talak suami yang masih berada dalam massa iddah
Raj’iyah, haram dan dilarang untuk dipinang.
3).
Dilarang juga untuk meminang seorang wanita yang sedang dipinang pria
lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada
penolakan dari pihak wanita.
4).
Putusnya pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang
putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminang
telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang telah dipinang.
c.
Pasal 13
1).
Pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas
memutuskan hubungan peminangan.
2).
Kebebasan memutuskan hubungan peminangan dilakukan dengan tatacara
yang baik sesuai dengan tuntutan agama dan kebiasaan setempat,
sehingga tetap terbina kerukunan dan saling menghargai.3
1 Beni
Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat (Buku I), (Bandung: CV Pustaka Setia,
2001), hlm. 146-148.
2
Amir Syarifudin, Garis-garis
Besar Islam,(
Jakarta: PRENADA MEDIA, 2003) hlm.83-86
3
M. Ali Hasan, pedoman
hidup berumah tangga dalam Islam,(Jakarta:
Siraja Prenada Media Grup, 2006) hlm.29-31
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking