A. Zhihar
1.
Pengertian
Zhihar
secara bahasa artinya “punggung”, maksudnya ketika suami berkata kepada istri
“Engkau dengan Aku seperti punggung ibuku”. Zhihar ini hanya boleh dilakukan
oleh suami yang berakal sehat, muslim, perkawinannya sah menurut hukum.
Dalam
kitab Fathul Bari disebut punggung karena pada umumnya punggunglah tempat
tunggangan. Sehingga perempuan diumpamakan oleh kaum lelaki sebagai tunggangan.
Zhihar ini, meskipun dalam hati suami ada keinginan untuk mentalak maka
hukumnya bukan sebagai talak, dan zhihar ini tidak menyebabkan istri tertalak dari
suaminya.
Hukum asal dari Zhihar adalah makruh, dan haram apabila
tujuannya untuk menggantung nasib istri dan membiarkannya hidup
terkatung-katung.
2.
Akibat Zhihar
Suami
yang mengzhihar istrinya dengan sah bisa menimbulkan dua macam akibat:
Pertama, haram menyetubuhi sebelum ia membayar kafarat. Karena haram
bersetubuh, maka haram pula mencium, mengecup, mengecup leher, dan sebagainya
menurut pendapat mayoritas ulama.
Kafaratnya
itu memerdekakan seorang budak perempuan. Jika tidak mampu, maka puasa dua
bulan berturut-turut, jika tidak mampu maka harus memberi makan 60 orang
miskin. Kafarat ini sangat berat karena ingin menjaga kelanggengan hubungan
suami istri agar suami mau menjaga hubungannya dengan baik dan tidak mau
berbuat dzalim.
Kedua, wajib bayar kafarat dan berhak kembali lagi. Kembali lagi disini maksudnya adalah kembali
kehendak untuk bersetubuh yang semula hukumnya haram karena Zhihar tadi. Sebab,
dengan adanya kehendak, berarti sudah kembali dari tekad berbuat Zhihar menjadi
tekad untuk tidak berbuat Zhihar lagi. [1]
B. Ila’
1.
Pengertian ila’
Ila’ menurut bahasa berarti “bersumpah tidak akan
mengerjakan sesuatu pekerjaan”. Di kalangan orang Arab Jahiliyah perkataan ila’
mengandung arti “sumpah suami bahwa ia tidak akan mengadakan hubungan sebagai suami istri dengan istrinya. Apabila
seorang suami pada masa itu telah meng-ila’ istrinya berarti istrinya itu telah
dicerainya selama-lamanya dan tidak boleh dikawini oleh laki-laki lain.
اَّلذِ
يْنَ يُؤْلُؤْ نَ مِنْ نِسَا ئِهِمْ تَرَ بُّصُ اَرْ بَعَةَ اَشْهُرٍ. فَإِ نْ فَاءُوْا
فَإِ نَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. وَ إِنْ
عَزَمُوا االطَّلَا قَ فَإِ نَّ اللهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ.
“ Kepada orang-orang yang meng-ila’
istrinya diberi tangguh empat bulan lamanya. Kemudian jika mereka kembali
(kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,
jika mereka ber’azam (bertetap hai untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah: 226, 227)
2.
Syarat-syarat
ila’
a.
Syarat-syarat
yang berhubungan dengan suami istri, suami yang diperbolehkan
meng-ila’ ialah suami yang baligh, berakal dan tidak gila.
b.
Ila’
hendaklah berupa sumpah
·
Sumpah
ila’ harus disertai denagn nama Allah atau salah satu sifat-Nya
·
Pelanggaran
ila’ oleh suami haruslah denagn membayar kafarat yang jumlanya sama dengan
jumlah kafarat sumpah
c.
Isi
ila’ itu hendaklah bahwa suami tidak akan mencampuri istrinya. Sumpah suami
yang tidak mengandung pengertian tersebut tidak dihukum sebagai ila’
d. Waktu menunggu, yaitu waktu yang ditentukan oleh suami di dalam ila’nya
yang dalam waktu tersebut ia tidak akan mencampuri istrinya.[2]
C.
Li’an
Li’an adalah saling menyatakan bersedia dilaknat Allah
setelah bersaksi sebanyak empat kali dan dikuatkan dengan sumpahnya sendiri.
Contohnya adalah ketika ada seorang suami yang menuduh
istrinya berzina dengan persaksian sebanyak empat kali, yang menyatakan bahwa
tuduhannya benar. Dan ucapan
kelima adalah menunjukkan bahwa dirinya
akan dilaknat Allah jika tuduhannya itu dusta.
Lalu proses selanjutnya, istrinya yang menerima tuduhan itu menyanggah tuduhan suaminya
dengan bersaksi sebanyak empat kali bahwa suaminya berdusta. Dan sumpah kelimanya juga akan
dilaknat Allah jika ternyata ucapan suaminya itu benar, atau suami tidak
mengakui kehamilan istrinya sebagai hasil dari benihnya.
Maka
dari itu, ketika terjadi hal demikian maka suami istri itu harus melakukan
sumpah atas tuduhan dan sanggahan tuduhannya. Selain itu, sepasang suami istri juga tidak dihalalkan untuk berhubungan badan.[3]
Deskrips
perkataan Li’an adalah “Saya persaksikan kepada Allah, bahwa saya benar
terhadap tuduhan saya kepada istri saya bahwa dia berzina”. Ucapan itu diulangi empat kali, kemudian di tambah lagi dengan kalimat sumpahnya “Laknat
Allah akan menimpaku jika aku dusta”.
Jika tuduhannya benar, maka akibat Li’an bagi suami adalah :
-
Suami
tidak disiksa
-
Istri
wajib disiksa, dengan 80 kali siksaan
-
Suami
istri bercerai selama-lamanya.
0 opmerkings:
Plaas 'n opmerking